Artikel http//muslimafiyah.com
Yang mendorong kami mengangkat tema ini adalah kami menemukan langsung beberapa orang yang salah paham mengenai pengobatan khususnya thibbun nabawi dan kedokteran barat modern.
Memilih pengobatan selain thubbun nabawi berarti tidak cinta kepada sunnah ?
Kesalahpahaman tersebut berdampak timbul angapan bahwa kedokteran barat
modern bertentangan semua dengan thibbun nabawi, sikap anti total
terhadap pengobatan barat modern, kemudian jika memilih pengobatan
selain thibbun nabawi berarti tidak cinta kepada sunnah serta
dipertanyakan keislamannya.
Padahal kedokteran barat modern bisa
dikombinasikan dengan thibbun nabawi atau dipakai bersamaan. Dan juga
ada beberapa tulisan-tulisan mengenai hal ini yang menyebar melalui
dunia nyata dan dunia maya. Oleh karena itu, dengan mengharap petunjuk
dari Allah Ta’ala kami mencoba mengangkat tema ini.
Contoh Kesalahpahaman tentang Pengobatan Modern
Salah satunya yaitu mengangap bahwa jika sakit seseorang harus bahkan
wajib berobat dengan thibbun nabawi, kemudian ditambah lagi dengan
adanya anggapan yang kurang benar mengenai kedokteran modern misalnya,
- Berasal dari orang kafir
- Menggunakan bahan kimia yang HANYA berbahaya bagi tubuh
- Jika tidak menggunakan pengobatan nabawi berarti tidak memilih pengobatan nabawi dan tidak mengikuti sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Berikut contoh yang kami temui langsung dengan adanya kesalahpahaman tersebut.
Contoh pertama: Menolak pengobatan modern
Seorang senior kami penuntut ilmu agama [sekarang beliau adalah pengasuh
situs islam yang cukup terkenal], ia sudah terkena demam cukup tinggi
selama tiga hari, di tambah batuk dan pilek. Tetapi beliau tidak mau
mengkonsumsi obat-obat kimia dari kedokteran barat, apalagi konsultasi
ke dokter.
Beliau hanya mengkomsumsi madu dan habbatus sauda selama
sakit, akan tetapi qaddarullah, Allah belum berkehendak memberikan
kesembuhan kepadanya, kemudian ustadz kami menanyakan kepada beliau
kenapa tidak periksa ke dokter.
Saya [penulis] juga sempat berdiskusi
dengan beliau, saya berkata, mengapa tidak dikombinasi saja
pengobatannya minum obat kedokteran barat dengan minum madu dan
habbatus sauda. Karena demam tinggi jika tidak diobati akan berdampak
cukup serius bagi tubuh. Dengan mengkonsumsi obat penurun panas
sederhana seperti paracetamol maka demam tubuh bisa turun dan kondisi
tubuh bisa lebih stabil untuk melakukan upaya peyembuhan sendiri melalui
imunitas tubuh.
Contoh kedua: sakit diare
Ada seseorang yang berkata kepada saya [penulis] ketika membicarakan
tentang diare, ia mengatakan jika seorang anak diare, tidak perlu dibawa
ke dokter, cukup diberi campuran air minum plus madu maka diarenya bisa
sembuh. Ia membuktikan bahwa anaknya sembuh dengan terapi tersebut.
Kemudian ia berkata, jika di bawa ke dokter nanti malah di infus seperti
anak temannya, anaknya kesakitan disuntik infus kemudian butuh biaya
juga buat infus. Mengenai hal ini saya ingin menjelaskan bahwa dalam
ilmu kedokteran modern, anak diare dan mengalami dehidrasi tidak
langsung dipasang infus akan tetapi diterapi sesuai dengan tingkat
dehidrasinya. Dalam kedokteran modern dehidrasi diare ada tiga derajat
berdasarkan gejalanya:
1. tanpa dehidrasi [kehilangan cairan <5% Berat badan]
2. dehidrasi sedang [kehilangan cairan 5-10% berat badan]
3. dehidrasi berat [kehilangan cairan >10% berat badan]
[lihat Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak hal. 50, IDAI, 2004]
[lihat Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak hal. 50, IDAI, 2004]
Untuk terapinya, diare tanpa dehidrasi dan dehidrasi ringan sedang
diterapi dengan cairan oral, yaitu diberi minum seperti biasa [jika
masih bisa minum] dengan menggunakan ukuran tertentu khususnya setelah
diare dan muntah. Dan terapi dengan air minum plus madu adalah terapi
yang tepat dalam kasus ini.
Akan tetapi pada kasus dehidrasi berat pada anak, terlebih lagi jika
anak muntah-muntah dan tidak bisa minum karena pengaruh penyakitnya maka
jalan terakhir adalah penggantian cairan melalui infus. Karena
dehidrasi berat pada anak cukup berbahaya jika dibiarkan lama, bisa
menyebabkan kematian, terlebih lagi pada anak yang umurnya masih
beberapa bulan.
Maka yang perlu kami sorot dalam kasus ini adalah, sikap anti total
terhadap kedokteran barat modern dan seolah-olah kedokteran barat itu
bertentangan semuanya dengan thibbun nabawi.
Kesalahpahaman tentang kedokteran modern
Kami mencoba memperbaiki kesalahpahaman tersebut.
1. Kedokteran modern berasal dari barat
Anggapan semakin kuat dengan orang barat yang notabenenya kafir pasti
meinginkan kehancuran bagi umat islam dan ada makar ingin menggantikan
pengobatan nabawi pada umat islam. Maka hal ini terlalu jauh berpikir ke
arah sana.
Perlu diketahui bahwa kedokteran barat modern yang sekarang merupakan
pegembangan dari kedokteran yang dahulunya dikembangkan dan ditemukan
oleh orang Islam dan para tabib cendikiawan muslim yaitu disaat Islam mencapai puncak kejayaannya dalam kemajuan ilmu pengetahuan seperti saat
dinasti Abbasiyah. Tehnik pengobatan yang dikembangkan oleh tabib
cendikiawan muslim itu bahkan hampir dipakai di seluruh dunia. Dan
banyak dokter dan tabib dari negara lain yang datang belajar kepada
tabib muslim saat itu.
Kemudian di saat dinasti Abbasiyah runtuh, maka orang-orang kafir
yang menggulingkan dinasti Abbasiyah mengambil semua ilmu dan menguasai
perpustakaan sumber ilmu. Kemudian mereka orang-orang kafir
berlomba-lomba mengklaim diri mereka dan mengumumkan kepada dunia bahwa
mereka sebagai penemu teori dan ilmu pengetahuan di saat itu, padahal tidak sedikit dari mereka yang hanya mencontoh total penemuan
ilmu pengetahuan yang sudah ditemukan sebelumnya oleh cendikiawan
muslim. Termasuk dalam hal ini ilmu kedokteran. Sehingga tidak benar
sepenuhnya kedokteran barat adalah hasil usaha mereka dan berasal dari
orang kafir barat.
Kita bisa membaca sejarah bagaimana tabib cendikiawan muslim
dahulunya dengan kitab-kitab pedoman kedokteran karangan mereka dan
buku-buku mereka bahkan ada yang menjadi pegangan kedokteran barat
sampai saat ini. Sebutlah tabib muslim seperti Muhammad bin Zakaria
Al-Razi di barat dikenal dengan Razes, ahli bedah Al-Zahrawi dikenal dengan Abulcasis, Ibnu Rusdy atau Averroes, Ibnu El-Nafis, Ibnu Qayyim Al-Jauziyah dan masih banyak yang lainnya.
Kemudian walaupun pengembangan selanjutnya dilakukan oleh ilmuan
barat yang notabenenya kafir, maka kita tidak semata-mata langsung
berpikiran negatif dan tidak berlaku adil kepada mereka. Jika memang
ilmu kedokteran tersebut bermanfaat dan benar maka kita perlu juga
mempelajarinya dan bisa menggunakannya. Sebagaimana fasilitas saat ini seperti mobil, kereta, pesawat dan alat-alat elektronik lainnya. Kita tetap harus adil dalam menyikapi hal ini. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
لَا يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُم مِّن دِيَارِكُمْ
أَن تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ.
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.” [Al-Mumtahah: 8]
Berkata Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’diy rahimahullah,
لا ينهاكم الله عن البر والصلة، والمكافأة بالمعروف، والقسط للمشركين،
من أقاربكم وغيرهم،حيث كانوا بحال لم ينتصبوا لقتالكم في الدين
والإخراج من دياركم، فليس عليكم جناح أن تصلوهم،
فإن صلتهم في هذه الحالة، لا محذور فيها ولا مفسدة
“Allah tidak melarang kalian untuk berbuat baik, menyambung silaturrahmi, membalas kebaikan , berbuat adil kepada orang-orang musyrik, baik dari keluarga kalian dan orang lain. Selama mereka tidak memerangi kalian karena agama dan selama mereka tidak mengusir kalian dari negeri kalian, maka tidak mengapa kalian menjalin hubungan dengan mereka karena menjalin hubungan dengan mereka dalam keadaan seperti ini tidak terlarang dan tidak mengandung kerusakan.” [Taisir Karimir Rahmah hal. 819, Dar Ibnu Hazm, Beirut, cet. Ke-1, 1424 H]
2. Menggunakan bahan kimia yang HANYA berbahaya bagi tubuh
Memang obat-obat kedokteran barat modern menggunakan bahan kimia. Tetapi
bahan kimia yang digunakan sudah diteliti dan sudah diatur dosisnya
agar sesuai dengan terapi yang diinginkan. Dan ini juga berlaku pada
beberapa obat-obat alami dan thibbun nabawi, jika dosis habbatus sauda
berlebihan dikonsumsi maka akan berefek negatif bagi tubuh karena
habbatus sauda mengandung bahan aktif seperti thymoquinone (TQ),
dithymouinone (DTQ), thymohydroquimone (THQ) dan thymol (THY).
Dalam kedokteran barat modern dikenal ungkapan,
“ All substances are poison. There is none that is not poison, the right dose and indication deferentiate a poison and a remedy”
“semua zat adalah [berpotensi menjadi] racun. Tidak ada yang
tidak[berpotensi menjadi] racun. Dosis dan indikasi yang tepat
membedakannya apakah ia racun atau obat”
[Toksikologi hal. 4, Bag Farmakologi dan Toksikologi UGM, 2006]
Oleh karena itu, kedokteran modern barat dalam teorinya tidak gegabah
begitu saja dalam memberikan terapi obat-obatan kimia. Tetapi sesuai
dengan dosis dan indikasi pengobatan. Jika penyakit dibiarkan dan lebih
berbahaya, maka lebih baik memkonsumsi obat bahan kimia yang walaupun
juga asalnya berbahaya tetapi bisa menyembuhkan dengan dosis yang tepat.
Begitu juga dengan operasi pembedahan, dilakukan sesuatu yang berbahaya
bagi tubuh “merusaknya” dengan menyayat dan membelah, tetapi ini demi
kesembuhan. Prinsip ini diajarkan dalam Islam seusai dengan kaidah
fiqhiyah,
إذا تعارض ضرران دفع أخفهما
” Jika ada dua mudharat (bahaya) saling berhadapan maka di ambil yang paling ringan “
Dan jika kita kembali ke pengertian zat kimia, maka zat kimia itu ada
yang alami dan ada yang buatan. Obat-obatan pada kedokteran modern juga
ada yang menggunakan bahan kimia alami. Begitu juga dengan bahan
thibbun nabawi seperti habbatus sauda juga mengandung zat kimia aktif
seperti thymoquinone (TQ), dithymouinone (DTQ), thymohydroquimone
(THQ) dan thymol (THY) yang merupakan zat aktif.
Zat kimia aktif bisa
lebih berbahaya jika mencapai dosis tertentu. Sehingga perlu juga
dilakukan penelitian mengenai dosis dan indikasinya atau pengobatan dengan habbatus sauda di lakukan oleh ahlinya yang tahu metode
pengobatan dan berpengalaman. Kita percaya benar bahwa habbatus sauda
adalah obat segala penyakit, tetapi orang yang meramu dan melakukan
pengobatannya juga harus ahli. Sebagaimana pedang yang sangat tajam,
tetapi untuk berfungsi dengan baik saat peperangan misalnya perlu tangan
terlatih yang menggunakannya.
3. Jika tidak menggunakan pengobatan nabawi berarti tidak memilih pengobatan nabawi dan tidak mengikuti sunnah
Ini adalah pandangan kaku sebagian kecil saudara kita, perlu diketahui hukum asal berobat adalah mubah karena ini adalah masalah dunia dan tidak berkaitan dengan ibadah. Sesuai dengan kaidah fiqhiyah,
الأصل في الأشياء الإباحة
“Hukum asal sesuatu [perkara dunia] adalah mubah”
Begitu juga dengan thibbun nabawi, akan tetapi jika bisa mendapat
pahala jika melakukan thibbun nabawi atas dasar kecintaan terhadap
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena perkara mubah
bisa menjadi sunnah, wajib, makruh atau haram sesuai dengan tujuan yang
ingin dicapai. Selaras dengan kaidah fiqhiyah,
الوسائل لها أحكام المقاصد
“hukum wasilah [perkara mubah] sesuai dengan hukum tujuan”
Oleh karena itu seseorang boleh berobat dengan thibbun nabawi,
boleh juga tidak dan jika ia tidak menggunakan thibbun nabawi ia tidak
berdosa dan tidak tercela. Ia menjadi tercela jika tidak
beriman dan tidak percaya keutamaan thibbun nabawi. Misalnya tidak
percaya, bahwa air zam-zam itu khasiatnya sesuai hajat peminumnya, tidak
percaya bahwa madu itu penyembuh bagi manusia [syifaa’un linnaas].
Tidak percaya bahwa habbatus sauda adalah obat segala penyakit dan
lain-lain. Karena dalil-dalil tersebut sahih.
lain-lain. Karena dalil-dalil tersebut sahih.
Thibbun nabawi sebaiknya diutamakan dan sebaiknya bukan alternatif
Ini bukan berarti wajib menggunakan thibbun nabawi, tetapi sebaiknya diutamakan dalam melakukan pengobatan. Tetapi perlu diingat juga, jika ada yang memilih tidak menggunakan thibbun nabawi maka ia tidak berdosa dan tidak tercela.
Selayaknya kita sebagai umat Islam lebih mengutamakan thibbun nabawi, Ibnu hajar Al-Asqalani rahimahullahu berkata,
طب النبي صلى الله عليه وسلم متيقنلبرء لصدوره عن الوحي وطب غيره أكثره حدس أو تجربة
“Pengobatan ala Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam diyakini
mendatangkan kesembuhan karena bersumber dari wahyu, sedangkan
pengobatan yang lainnya, kebanyakan berdasarkan praduga dan eksperimen.” [Fathul Baari 10/170, Darul Ma’rifah, Beirut, 1379 H, Asy-Syamilah]
Obat alami dahulu baru obat kimia
Salah satu kampanye yang digaungkan di zaman modern ini adalah “back to nature”, kami sangat setuju dengan hal ini, terlebih-lebih jika menggunakan thibbun nabawi dan zat-zat yang disebutkan dalam Al-Quran dan Sunnah seperti Madu dan Habbatus sauda.
Seorang ulama besar sekaligus dokter di zamannya Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah rahimahullahu berkata,
وقد اتفق الأطباء على أنه متى أمكن التداوي بالغذاء لا يعدل عنه إلى الدواء،
ومتى أمكن بالبسيط لا يعدل عنه إلى المركب.قالوا وكل داء قدر على دفعه
بالأغذية والحمية، لم يحاول دفعه بالأدوية
“Sungguh para tabib telah sepakat bahwa ketika memungkinkan
pengobatan dengan bahan makanan maka jangan beralih kepada obat-obatan
(kimiawi, pent.). Ketika memungkinkan mengkonsumsi obat yang sederhana,
maka jangan beralih memakai obat yang kompleks. Mereka mengatakan,
‘Setiap penyakit yang bisa ditolak dengan makanan dan tindakan preventif
tertentu, janganlah mencoba menolaknya dengan obat-obatan’.” [Thibbun Nabawi lii Ibnil Qayyim hal. 9, Maktabah Ats-Tsaqafi, Kairo]
Oleh karena itu jika sakit maka sebaikinya jangan langsung
mengkonsumsi obat-obat kimia, sebaiknya menggunakan bahan alami dahulu.
Atau jika penyakitnya cukup ringan tidak perlu menggunakan obat, biarlah
imunitas tubuh yang bekerja sehingga imunitas tubuh juga tidak manja
dan terlatih melawan penyakit. Tetapi ini adalah pilihan karena
pengobatan juga melibatkan faktor sugesti, ada yang sugestinya sembuh
jika menggunakan obat alami tertentu, sembuh dengan sugesti dengan obat
kimia tertentu.
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak diutus menjadi ahli pengobatan
Bisa kita lihat dalam kisah hadist berikut,
عَنْ سَعْدٍ، قَالَ: مَرِضْتُ مَرَضًا أَتَانِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعُودُنِي
فَوَضَعَ يَدَهُ بَيْنَ ثَدْيَيَّ حَتَّى وَجَدْتُ بَرْدَهَا عَلَى فُؤَادِي فَقَالَ:
«إِنَّكَ رَجُلٌ مَفْئُودٌ، ائْتِ الْحَارِثَ بْنَ كَلَدَةَ
أَخَا ثَقِيفٍ فَإِنَّهُ رَجُلٌ يَتَطَبَّبُ فَلْيَأْخُذْ سَبْعَ تَمَرَاتٍ مِنْ عَجْوَةِ الْمَدِينَةِ
فَلْيَجَأْهُنَّ بِنَوَاهُنَّ ثُمَّ لِيَلُدَّكَ بِهِنَّ
“Dari Sahabat Sa’ad mengisahkan, pada suatu hari aku menderita sakit, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjengukku,
beliau meletakkan tangannya di antara kedua putingku, sampai-sampai
jantungku merasakan sejuknya tangan beliau. Kemudian beliau bersabda,
‘Sesungguhnya engkau menderita penyakit jantung, temuilah Al-Harits bin
Kalidah dari Bani Tsaqif, karena sesungguhnya ia adalah seorang tabib.
Dan hendaknya dia [Al-Harits bin Kalidah] mengambil tujuh buah kurma ajwah, kemudian ditumbuk beserta biji-bijinya, kemudian meminumkanmu dengannya.” [HR. Abu Dawud no.2072]
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tahu ramuan obat
yang sebaiknya diminum, akan tetapi beliau tidak meraciknya sendiri
tetapi meminta sahabat Sa’ad radhiallahu ‘anhu agar membawanya ke
Al-Harits bin Kalidah sebagai seorang tabib. Hal ini karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
hanya tahu ramuan obat secara global saja dan Al-Harits bin Kalidah
sebagai tabib mengetahui lebih detail komposisi, cara meracik, kombinasi
dan indikasinya.
Jadi pengobatan yang diberi petunjuk oleh Islam dalam thibbun nabawi
bukan satu-satunya cara untuk berikhtiar mencapai kesembuhan, metode
pengobatan lainnya juga bisa digunakan untuk mencapai kesembuhan atas
izin Allah Ta’ala. Terlebih lagi jika pengobatan sudah teruji
dan terbukti melalui penelitian dan eksperimen, artinya lebih banyak
yang sembuh menggunakannya dari pada yang tidak sembuh. Pengobatan
lainnya seperti kedokteran cina, kedokteran Yunani dan termasuk
kedokteran barat modern saat ini.
Ada yang tidak sembuh dengan thibbun nabawi
Mengapa bisa tidak sembuh? Padahal jelas thibbun nabawi bahwa obat bagi segala macam penyakit, penyembuh bagi manusia. Maka jawabannya cukup panjang jika dijabarkan, namum di sini kita bahas beberapa aspek saja. semoga di lain kesempatan kita bisa membahasnya dengan panjang lebar.
Salah satu penyebab tidak sembuh adalah kurang tepat dalam:
- mendiagnosa penyakit
- memilih obat
- menggunakan dosis obat
- menghindari berbagai pantangan yang dapat menghambat kerja atau berkebalikan kerjanya dengan obat
Sehingga walaupun sudah pasti habbatus sauda adalah obat bagi segala macam penyakit dan madu adalah penyembuh bagi manusia [syifaa’un linnaas],
akan tetapi ini masih bahannya saja, perlu kemampuan lagi untuk tepat
dalam mendignosis penyakit, memilih obat, menggunakan dosis obat,
meraciknya dan mengkombinasi dengan obat yang lainnya. Sehingga untuk lebih efektif pengobatannya lebih baik berkonsultasi kepada ahlinya atau tabib.
Sementara apa yang diterapkan pada kasus contoh pertama yang kami sebutkan di atas, hanya mengkonsumsi habbatus sauda dan madu secara biasa [asal-asalan] dan dilakukan secara mandiri tanpa tahu apa penyakitnya, bagaimana dosisnya dan bagaimana racikannya. Ini juga yang dilakukan sebagian kecil saudara kita.
Ibnu hajar Al-Asqalani rahimahullahu berkata,
فقد اتفق الأطباء على أن المرض الواحد يختلف علاجه باختلاف السن
والعادة والزمان والغذاء المألوف والتدبير وقوة الطبيعة…
لأن الدواء يجب أن يكون له مقدار
وكمية بحسب الداء إن قصر عنه لم يدفعه بالكلية وإن جاوزه
أو هي القوة وأحدث ضررا آخر
“Seluruh tabib telah sepakat bahwa pengobatan suatu penyakit
berbeda-beda, sesuai dengan perbedaan umur, kebiasaan, waktu, jenis
makanan yang biasa dikonsumsi, kedisiplinan dan daya tahan fisik… karena
obat harus sesuai kadar dan jumlahnya dengan penyakit, jika dosisnya
berkurang maka tidak bisa menyembuhkan dengan total dan jika dosisnya berlebih dapat menimbulkan bahaya yang lain.” [Fathul Baari 10/169-170, Darul Ma’rifah, Beirut, 1379 H, Asy-Syamilah]
Begitu juga dengan Al-Quran yang diturunkan sebagai penyembuh baik
penyakit hati dan badan, kita bisa contoh dalam hadits sahabat Abu Said
Al-Khudri radhiallahu ‘anhu membacakan ruqyah Al-Fatihah kepada kepala suku yang tersengat kalajengking dan atas izin Allah Ta’ala sembuh. Lalu ada yang pernah mencoba dengan pasien yang sakit demam ringan tetapi qaddarullah tidak sembuh. Maka bukan Al-Qurannya yang salah tetapi manusianya yang kurang Iman dan tawakkalnya. Ibaratnya
thibbun nabawi adalah sebuah pedang yang pasti tajam, akan tetapi
pedang tajam tersebut berguna dengan tepat jika dipegang oleh ahlinya.
Di zaman ini di mana sangat sulit kita mendapatkan orang seperti sahabat Abu Said Al-Khudri radhiallahu ‘anhu,
maka tidak menutup kemungkinan pengobatan lain juga bisa digunakan
seperti kedokteran barat modern dan pengobatannya juga bisa
dikombinasikan dan berjalan bersamaan.
Kedokteran modern barat yang diakui oleh dunia
Sekali lagi kita tidak perlu anti total terhadap kedokteran modern barat karena prinsip kedokteran barat adalah berdasarkan penelitian ilmiah dan melalui berbagai macam tingkat pengujian dan percobaan atau apa yang dikenal dengan istilah evidance based medicine. Bahkan pengobatan tradisional dan pengobatan lainnya jika sudah melewati tahap peneltian dan berhasil maka akan dimasukkan dalam metode pengobatan modern barat seperti akupuntur yang sudah banyak digunakan oleh dokter dan sudah ada di berbagai rumah sakit.
Kedokteran modern barat sudah banyak terbukti, dipakai dan diakui
oleh hampir seluruh negara di dunia. Kami melihat sendiri di UGD rumah
sakit bagaimana kasus-kasus gawat darurat yang jika tidak ditangani
dengan cepat maka akan menerenggut nyawa. Seperti hipoglikemi, keracunan
bisa ular, hipotensi, hipertensi dan kasus syok kehilangan kesadaran,
maka dengan terapi kedokteran modern saat ini semua itu bisa ditangai
lebih awal atau minimal menyelamatkan nyawa seseorang.
Satu lagi yang kami ingin sampaikan bahwa setahu kami, pengobatan dengan bahan-bahan alami dan tradisional memiliki cara kerja yang bersifat umum dan kurang spesifik seperti memperlancar peredaran darah, meningkatkan daya tahan tubuh dan mengaktifkan saraf yang kurang bekerja.
Sebagaimana habbatus sauda, penelitian ilmiah membuktikan bahwa habbatus sauda dapat meningkatkan daya tahan tubuh, dan hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam benar bahwa habbatus sauda obat bagi segala macam penyakit karena teorinya jika daya tahan tubuh baik dan meningkat maka semua penyakit pasti akan sembuh. Akan tetapi jika hanya mengandalkan daya tahan tubuh maka untuk penyakit yang agak berat mungkin akan memakan waktu yang lama, belum lagi jika ada penyulitnya seperti penyakit tersebut bisa menekan daya tahan tubuh, misalnya penyakit kanker atau infeksi bakteri ganas.
Maka kedokteran modern barat dengan penelitian ilmiah sampai ke
tingkat sel dan reseptor sel, bisa memilih obat yang spesifik dan
langsung bekerja menemui sasarannya. Langsung melawan sel kanker dan
langsung bisa melawan bakteri. Sehingga diharapkan penyembuhan bisa
terjadi dengan lebih cepat. Apalagi jika kedua pengobatan barat modern
dan thibbun nabawi dikombinasikan, maka diharapkan penyembuhan bisa
lebih cepat lagi dengan izin Allah Ta’ala.
Penutup
semoga apa yang kami sampaikan bisa berguna bagi kita semua, semoga
semakin banyak dokter dan cendikiawan muslim yang bisa mengembangkan
thibbun nabawi dan mempopulerkannya kembali di masyarakat dan semoga
dokter muslim kembali menguasi pengobatan modern yang dahulunya dikuasai
oleh kaum muslimin. Terlebih-lebih mereka bisa mengkombinasikannya
dengan thibbun nabawi.
Hal Ini mengingatkan kami dengan apa yang menjadi penyesalan Imam Asy-Syafi’i rahimahullahu kepada kelalaian umat Islam terhadap Ilmu medis sehingga beliau berkata,
ضَيَّعُوا ثُلُثَ العِلْمِ وَوَكَلُوهُ إِلَى اليَهُوْدِ وَالنَّصَارَى
“Umat Islam telah menyia-nyiakan sepertiga Ilmu dan meyerahkannya kepada umat Yahudi dan Nasrani.” [Siyar A’lam An-Nubala Adz-Dzahabi 8/258, Darul Hadits, Koiro, 1427 H, Asy-Syamilah]
Disempurnakan di Lombok, Pulau seribu Masjid
16 Shafar 1433 H bertepatan 10 Januari 2012
Penyusun: dr. Raehanul Bahraen
16 Shafar 1433 H bertepatan 10 Januari 2012
Penyusun: dr. Raehanul Bahraen
Artikel http//muslimafiyah.com
Muraja’ah: Ustadz Aris Munandar, SS. MA. Hafidzahullahu [beliau adalah guru agama penulis, kami banyak mengambil ilmu dari beliau]
sumber:
http://muslimafiyah.com/haruskah-kedokteran-modern-dan-thibbun-nabawi-dipertentangkan.html
http://muslimafiyah.com/haruskah-kedokteran-modern-dan-thibbun-nabawi-dipertentangkan.html
0 komentar :
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !